Ngobrol : Tukang Ojek Stasiun Gondangdia

Kita ketemu tidak disengaja, saya sedang dalam perjalanan pulang ke rumah di bogor naik KRL, kebetulan naik KRL ekonomi. Saya naik dari gondangdia KRL ekonomi terakhir menuju bogor jam 21.00. Berhubung KRL ekonomi terakhir penuh saya hanya kebagian posisi di pinggir pintu masuk gerbong. Banyak orang disana, tidak ada yang ngobrol kecuali mereka yang rombongan.

Obrolan dimulai ketika saya dan si mas tukang ojek ini membantu bapak tua turun di stasiun pasar minggu baru. Sambil pegangan erat dengan separuh badannya keluar si mas tukang ojek buka bahan obrolan.

Tukang Ojek : “Turun dimana pak?”

Saya : “Saya di Bogor pak, sampek ujung.. hehehe..”

Tukang Ojek : “Saya turun di lenteng agung. Bapak naek dari mana?”

Saya : “Dari gondangdia.”

Tukang Ojek : “Ooh.. saya juga di gondangdia, saya malah orang asli situ. Saya tukang ojek gondangdia pak, yang di tengah tapi, bukan pintu yang diujung itu.”

Saya : “Ooh.. ya ya ya.. saya juga deket situ kantornya.”

Mulai dari obrolan itu, si mas tukang ojek ini banyak bercerita tanpa saya perlu banyak tanya. Dia pun mengeluh karena dihapuskannya krl ekspress oleh PT. KAI dan PT. KCJ, pendapatannya pun menurun. Refleks saya bertanya kemana para penumpang ojek ini biasanya, menurut si mas tukang ojek karena lebih banyak berhenti stasiun maka penumpang turun di stasiun terdekat dari kantornya. Kalau dulu naik krl ekspress, hanya bisa turun di stasiun tertentu saja, salah satunya Stasiun Gondangdia.

Si mas tukang ojek ini sedang pusing karena tuntutan mencukupi kehidupan keluarganya, dia sudah beristri dan punya anak dua, yang satu masih bayi. Dia juga terpaksa menggadaikan BPKB motornya untuk biaya persalinan dan biaya masuk sekolah anak sulungnya. Si mas tukang ojek ini dulu karyawan kontrak Bank Panin di daerah Sudirman, dan terpaksa dirumahkan karena pengurangan tenaga kerja. Dia terpaksa pindah kontrakan dari gondangdia ke lenteng agung untuk harga rumah kontrakan yang lebih murah. Dia juga berencana untuk menjual TV dan sepeda anak sulungnya untuk melunasi hutangnya dan bayar cicilan bulanan.

Tidak terasa sudah hampir stasiun lenteng agung dimana si mas tukang ojek ini turun, sambil minta tolong ambilkan kantong kresek hitam berisi beras kira-kira 2 kilogram. Beras ini minta dari ibunya, si mas tukang ojek mengaku dengan agak malu. Si mas tukang ojek pun turun, kami berpamitan entah tulus entah basa-basi. Saya kasihan, sedih tapi sekaligus sangat bersyukur dengan apa yang ada di hidup saya yang nyaris komplit. Saya bantu doa saja mas tukang ojek, semoga dimudahkan segalanya untukmu dan keluargamu.

Punya ambisi boleh, jangan lupa bersyukur. Lihat keatas tidak ada salahnya, jangan lupa lihat kebawah juga. Mungkin saya sengaja dipertemukan dan mengalami percakapan ini sebagai peringatan untuk saya yang semakin sombong ini.

Selamat menunggu sahur, selamat menjalankan ibadah puasa.

2 comments / Add your comment below

  1. Pljaran lainnya: perubahan kebijakan, sekecil apapun bs brdampak besar bgi sekelompok org. Dan mirisnya, lagi2 ‘org kecil’ yg jd korban… Spt kbijakan KRL ini, huffff :( inspiring mas hadi, keep writing!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *